Yakitori Adventure

The Origins of Yakitori: A Cultural Journey

 

Yakitori, a quintessential Japanese dish, has deep roots that can be traced back several centuries. Its origins are believed to date to the Edo period (1603-1868), a time marked by significant urbanization and the rise of a vibrant food culture. Initially, yakitori referred broadly to grilled chicken, which was cooked over an open flame, often using simple seasonings like salt or a soy-based tare sauce. The consumption of grilled chicken was a practical solution for urban dwellers seeking quick and delicious meals.

As Japan's culinary landscape evolved, so too did the methods of preparing yakitori. Different regions of Japan began to develop their distinct variations, influenced by local ingredients and cooking styles. For instance, the Tokyo region is renowned for its “kushiyaki” style, where skewered chicken pieces are grilled on charcoal and often served with a savory-sweet tare. In contrast, regions like Fukuoka embrace the “motsuyaki” style, highlighting grilled chicken offal, showcasing the island's culinary ingenuity and resourcefulness. This diversity exemplifies how yakitori is not confined to a single style but is reflective of Japan's rich geographic and cultural tapestry.

The cultural significance of yakitori is profound, as it has become a staple in izakayas—casual Japanese pubs where food and drink complement the relaxed atmosphere. Its popularity among both locals and tourists underscores its role as a beloved social food, easily shared and enjoyed in group settings. Furthermore, yakitori stalls line the streets, particularly during festivals, bringing communities together through the shared experience of food. This blend of tradition and modernity illustrates how deeply rooted yakitori is in the fabric of Japanese society, symbolizing not only culinary excellence but also a communal spirit that transcends generations.

Yakitori Adventure: Exploring Japan’s Grilled Delights

Discover the rich history and cultural significance of yakitori, a beloved Japanese grilled chicken dish. Explore its origins from the Edo period to modern-day variations across Japan. Learn about the art of yakitori preparation, traditional grilling techniques, and unique regional flavors. Whether dining in lively izakayas or enjoying local festivals, experience the communal spirit of yakitori that brings people together. Join us on a culinary journey to savor the authentic taste of Japan's cherished yakitori.

Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani mengajak mahasiswa Politeknik Pariwisata NHI Bandung untuk menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) guna memenuhi kebutuhan pekerjaan di industri hospitality global.

Melalui keterangan KP2MI yang diperoleh di Jakarta, Rabu, Wamen Christina memastikan bahwa KP2MI akan berupaya mengirim PMI yang benar-benar memiliki kompetensi di sektor hospitality dan sesuai dengan kebutuhan industri global.

Untuk itu, dia mendorong para mahasiswa NHI Bandung, yang memang disiapkan untuk menjadi tenaga profesional di bidang pariwisata, untuk mengisi permintaan pekerjaan global di bidang tersebut.

Wamen Christina juga memastikan bahwa selain bisa memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka, para mahasiswa tersebut juga akan memperoleh perlindungan yang maksimal ketika mereka menjadi PMI secara prosedural.

"Jadi yang paling penting, pekerja migran kita mendapatkan perlindungan yang optimal selama mereka bekerja di luar negeri," kata Wamen Christina saat mengunjungi kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar) NHI Bandung, pada Rabu (19/2).

Wamen mengatakan bahwa hospitality menjadi salah satu sektor unggulan dalam penempatan pekerja migran Indonesia di luar negeri.

Data Kementerian P2MI mencatat bahwa pada 2024, jumlah pekerja migran yang ditempatkan sektor tersebut mencapai 23.152 orang, atau 4,02 persen dari total 297.434 target penempatan.

Turki, Italia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Jepang menjadi negara penempatan pekerja migran Indonesia sektor hospitality terbanyak.

Lowongan kerja yang paling diminati adalah spa therapist, waiter, chef dan cook atau memasak, dengan dominasi pekerja migran dari Bali, Jawa Barat, NTB, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Christina mengatakan ke depan, peluang kerja sektor hospitality di luar negeri akan semakin terbuka dan berkembang. Oleh karena itu, dia menilai penting untuk meningkatkan nilai dan daya saing pekerja migran Indonesia.

Wamen Christina juga mengapresiasi peran Poltekpar NHI Bandung dan politeknik pariwisata lain yang telah membantu menghasilkan tenaga kerja unggul di sektor hospitality.

Dia berharap sinergi kementeriannya dan Kementerian Pariwisata terus diperkuat sehingga pekerja migran sektor hospitality bisa bekerja di luar negeri dengan aman, profesional dan bermartabat.

Sementara itu, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa menyambut baik informasi kebutuhan pekerja migran sektor hospitality yang disampaikan Wamen Christina.

Menurutnya, hal itu penting untuk peningkatan kompetensi mahasiswa-mahasiswa yang belajar di NHI Bandung agar mereka lebih memiliki daya saing.

Saat ini, terdapat 2.345 mahasiswa di Poltekpar NHI Bandung yang tersebar di 10 program studi, termasuk pasca sarjana.

Adapun Direktur Poltekpar NHI Bandung Anwari Masatip menyebutkan bahwa alumnus Poltekpar NHI Bandung telah tersebar di berbagai negara. Selain itu, 90 persen mahasiswa Poltekpar NHI Bandung juga telah terserap di dunia kerja sebelum mereka lulus.

“Ini yang menjadi nilai jual dan fokus kita dalam pengembangan sumber daya manusia ke depan," demikian katanya.